Wednesday, February 28, 2007

Puas dengan LUMIX FX8, Tidak dengan FX01


Setelah sekian lama saya menggunakan LUMIX FX8, kemudian saya ganti kamera dengan LUMIX FX9. Alasannya, karena FX8 saya sudah bekerja terlalu cape, daripada nanti keburu rusak, mending saya jual duluan. Kebetulan pula saya dapat FX9 dengan harga lumayan miring. Konon katanya FX9 fokus nya lebih cepat, dan baterainya lebih irit pula. Setelah coba dipakai sekitar 2 bulan, ternyata tidak terasa hal yang beda dari FX8. Dari model, fitur, dll nya tidak ada yang beda antara FX8 dengan FX9. Atau saya yang kurang peka? Kesimpulan, dengan harga yang lebih mahal, FX9 tidak lebih baik dari FX8. Maka lebih baik pilih FX8 saja, karena lebih murah.

Setelah keluar seri terbaru dari LUMIX ini, yaitu FX01, saya pun tergoda untuk memilikinya, sebab FX01 ini dilengkapi lensa yang lebih lebar, yaitu 28mm, sedang kan FX9 hanya 35mm. Saya berharap ada peningkatan fasilitas yang memang saya perlukan, seperti iso1600 yang menggiurkan. Tapi ternyata ketika saya menggunakan iso1600 itu, gambarnya kasar, noise terlalu tinggi. Alhasil, fasilitas iso1600 itu tidak pernah saya gunakan.
Kemudian ada fasilitas pengambilan gambar dengan format 16:9 ('kan biasa-nya format 4:3), saya pikir, boleh juga tuh... bisa bikin foto dengan tampilan yang agak berbeda. Lebih panjang gitu... Tapi setelah saya selidiki, ternyata membuat foto 16:9 itu hanya merupakan cropping dari foto 4:3, bukan sensor ccd nya yang ukuran 16:9. Wah, kecewa saya... Akhirnya fasilitas ini pun tidak pernah saya gunakan.
Berarti keunggulan FX01 dibanding FX9 hanya tinggal lensa nya saja yang lebih lebar. Selama ini saya melakukan pemotretan outdoor, memang memuaskan sih...
ah, kemarin saya memotret teman saya yang anaknya berulang tahun, di dalam ruangan, sehingga saya memotret menggunakan lampu kilat. Disini baru ketahuan busuknya FX01. Itu lensa FX01 yang lebar 28mm ternyata tidak diikuti dengan jangkauan lampu kilat yang melebar juga. Alhasil, ketika kita memotret dalam ruangan dengan lensa 28mm, maka pinggiran foto kita akan gelap, karena tidak terjangkau lampu kilat (lihat foto ulang tahun terlampir!).
Ah, saat ini saya lagi sebel sama LUMIX kesukaan saya ini. Pikir pikir, yang paling baik cuma LUMIX FX8. Semoga LUMIX segera sadar akan kekurangan kamera nya, atau saya akan berpaling dari LUMIX.

Spectra Vertex 825 buat Motret Produk


Enggak terasa, hari ini sudah Tanggal 28 lagi!...
Seperti biasa, tiap tanggal 28 ada Workshop Studio Digital bersama TitanFOTO. Kali ini topik yang dibahas adalah pemotretan produk menggunakan Continues Light. Aha, ini saat yang baik untuk mencoba kamera poket dipakai dalam pemotretan produk. Mesti-nya sih bisa bagus, yang penting ada fasilitas makro nya di fokus.
Pilihan saya pun akhirnya jatuh pada kamera digital Spectra Vertex 825. Kamera ini punya fasilitas pencahayaan manual, dan fokus makro. Itu yang saya pentingkan.
Setelah mencoba motret makanan, jam tangan, dan pensil warna, ternyata hasilnya sangat mengagumkan. Enggak nyangka deh... Tingkat ketajaman yang tinggi, dan dibarengi warna warna yang bagus.
Tapi bukan berarti tidak ada kelemahan lho... Itu auto white ballance nya suka semau gue... sehingga untuk moment pemotretan yang sama, warnanya suka berubah rubah, kadang semu hijau, kadang netral. Jadi mau ga mau deh, saya set white ballance nya di manual.

Foto Studio pakai Samsung A403

Semula saya ragu jika harus memotret di studio menggunakan kamera poket. Apalagi kamera poket tersebut masuk dalam kelas menengah ke bawah, seperti Samsung A403 ini. Tapi ga ada salahnya toh jika mencoba. Bagus ya syukur... Jelek ya udah.

Tgl. 28 Juni 2006, saatnya TitanFOTO rutin mengadakan Workshop Foto Studio bulanan (di Bandung Trade Centre), saya tenteng itu Samsung A403 ke Workshop, dan kebetulan bulan itu topik yang sedang dibahas adalah pemotretan model. Ya akhirnya, dengan dilengkapi 4 unit lampu studio kelas murah juga (evo-jumbo 100watt second), saya nekad ikut melakukan pemotretan di studio. Ga kepalang tanggung, yang menjadi model dalam eksperimen kali ini adalah seorang model yang cantik, dan sexy (terima kasih untuk Silvy, laen kali difoto lagi ya...).
Saya setting lampu kilat di kamera agar selalu nyala, maksudnya buat mancing lampu studio biar ikutan nyala. Selain itu, saya tidak melakukan setting pencahayaan khusus pada A403 tersebut, lha wong itu Samsung A403 'ga bisa di setting ini itu untuk pencahayaan. Dengan kata lain, pemotretan dilakukan dengan automatic, gimana maunya kamera.
Kesulitan yang saya temui (dan hingga saat ini belum ditemukan cara menanggulangi-nya), itu lampu studio kadang bisa sinkron dengan kamera, dan kadang tidak sinkron. Jadi sebagian foto bisa tercahayai dengan bagus, dan sebagian lagi malah gelap.

Untuk masalah fokus, karena Samsung A403 ini termasuk kamera fix fokus, dan lensanya cukup lebar, jadi saya menghindari pemotretan close up. Saya upayakan pengambilan foto seluruh badan dengan jarak sekitar 2 meter, walau resiko-nya latar belakang yang berantakan ikut kefoto juga. Tapi ga apa apa, nanti latar belakang yang berantakan itu bisa dirapihkan di photoshop.

Kamera idaman tuk jalan2

Walaupun saya punya kamera SLR idaman, tapi untuk jalan jalan, rasanya saya kurang sreg jika harus membawa2 kamera SLR itu. Kalau untuk sekedar jalan jalan dengan keluarga, misalkan liburan keluarga, saya lebih menyukai kamera poket yang bisa masuk ke dalam kantong celana saya. Supaya tidak repot bawa, karena biasanya barang lain juga ingin ikutan dibawa. Sudah tentu kamera tersebut harus berukuran mungil bin kecil. Setelah coba yang ini dan yang itu, saya sangat jatuh cinta dengan kamera LUMIX FX8. Sebelumnya saya sempat analisa review-nya LUMIX FX7, katanya bagus, tapi baterainya boros. Belum sempat beli FX7, yang FX8 (penyempurnaan dari FX7) keburu turun harga mendekati FX7, ya sudah pasti akhirnya saya beli yang FX8. Kamera FX8 ini saya sukai karena responnya cepat. Begitu kamera dinyala-kan, tidak lama kemudian siap untuk memotret. Dan cara menyala-kan nya itu menggunakan satu saklar geser, bukan saklar pencet. Kadang dengan saklar pencet, nekan nya tidak responsif.

Kenapa untuk jalan jalan, saya butuh kamera yang respon nya cepat? Karena tidak mungkin membuat kamera menyala sepanjang kita jalan jalan toh. Kamera selalu dalam keadaan mati. Tapi ketika ada satu momen yang perlu diambil, kan bete juga kalau nunggu kamera nya lama. Momennya bisa keburu hilang atuh....

Tuesday, February 27, 2007

Lalu rapih-in di photoshop



Setelah di rapih rapih di photoshop, kayaknya foto tampil lebih enak dipandang.